Sabtu, 22 Januari 2011

PENINGGALAN SENI KRIYA PADA JAMAN KEMERDEKAAN



PENINGGALAN  SENI  KRIYA  PADA  JAMAN  KEMERDEKAAN - BATIK  JAWA  HOKOKAI

Batik merupakan warisan budaya Indonesia dengan motif yang sangat beragam yang dipengaruhi oleh budaya dari tempat asalnya. Salah satunya adalah batik Jawa Hokokai. Batik ini berkembang pada jaman penjajahan Jepang. Ketika Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942-1945 sebagai bagian dari kampanye penaklukan Asia Timur Raya, pengaruh Jepang juga terasa pada batik-batik di pesisir utara Jawa Tengah. Pada masa itu, dilahirkan batik-batik tulis yang disebut sebagai batik Jawa Hokokai. Nama ini mengikuti nama organisasi propaganda Jepang yang mengindoktrinasi semua yang berusia di atas 14 tahun tentang konsep Asia Timur Raya. Mungkin karena periode pendudukannya yang singkat serta kekejaman Jepang yang luar biasa selama 3,5 tahun masa penjajahan itu, maka sedikit saja informasi yang tersedia tentang batik Jawa Hokokai. Juga belum ada tulisan yang khusus membahas batik dari periode ini.
Namun meskipun namanya berbau Jepang dan muncul pada masa pendudukan Jepang, tetapi menurut Tamalia batik Hokokai tidak diproduksi untuk keperluan Jepang melainkan untuk orang-orang Indonesia sendiri. Batik-batik itu awalnya dipesan oleh orang dari lembaga Jawa Hokokai untuk orang-orang Indonesia yang dianggap berjasa dalam propaganda Jepang. Kemudian batik seperti ini menjadi mode dan banyak orang Indonesia kaya yang ikut membeli batik dengan ciri tersebut.
Batik  ini  diproduksi  oleh  perusahaan-perusahaan  batik  di Pekalongan  sekitar  tahun  1942-1945  dengan  pola  dan  warna  yang sangat  dipengaruhi  oleh  budaya  Jepang,  meskipun  pada  latarnya masih  menampakkan  pola  kraton.  Batik  Jawa  Hokokai  selalu  hadir dalam bentuk “pagi-sore” yaitu batik dengan penataan dua pola yang berlainan  pada  sehelai  kain  batik.  Batik  ini  terkenal  rumit  karena selalu menampilkan isian pola dan isian latar kecil dalam tata warna  yang   banyak.   Selain   itu   ragam   warnanya   lebih   kuat   seperti penggunaan  warna  kuning,  lembayung,  merah  muda  dan  merah yang  merupakan  warna-warna  yang  secara  jelas  menggambarkan nuansa dan citra Jepang.
Veldhuisen menyebutkan batik Hokokai adalah salah satu contoh gaya batik yang paling banyak berisi detail, menggabungkan ciri pagi-sore, motif terang bulan, dan tanahan Semarangan. Batik Hokokai menggunakan latar belakang yang penuh dan detail yang digabungkan dengan bunga-bungaan dalam warna-warni yang cerah. Motif terang-bulan awalnya adalah desain batik dengan motif segi tiga besar menaik secara vertikal di atas latar belakang yang sederhana. Motif dominan lainnya adalah bunga. Yang paling sering muncul adalah bunga sakura (cherry) dan krisan, meskipun juga ada motif bunga mawar, lili, atau yang sesekali muncul yaitu anggrek dan teratai. Motif hias yang sesekali muncul adalah burung, dan selalu burung merak yang merupakan lambang keindahan dan keanggunan. Motif ini dianggap berasal dari Cina dan kemudian masuk ke Jepang.
Hampir semua batik Jawa Hokokai memakai latar belakang (isen-isen) yang sangat detail seperti motif parang dan kawung di bagian tengah dan tepiannya masih diisi lagi dengan misalnya motif bunga padi. Menurut Tamalia, itu menggambarkan suasana saat itu di mana kain sangat terbatas sehingga pembatik memiliki banyak waktu untuk mengerjakan selembar kain dengan ragam hias yang padat. Sebagian batik Hokokai ada yang menggunakan susumoyo yaitu motif yang dimulai dari salah satu pojok dan menyebar ke tepi-tepi kain tetapi tidak bersambung dengan motif serupa dari pojok yang berlawanan.
Perkembangan selanjutnya dari Batik Jawa Hokokai adalah Batik Jawa Baru yang merupakan evolusi dari Batik Jawa Hokokai yang terjadi pada tahun 1945 dan seterusnya. Pada tahun 1950-an batik yang dihasilkan masih menunjukkan pengaruh batik Hokokai yaitu dalam pemilihan motif, tetapi isen-isen-nya tidak serapat batik Hokokai.
Artisan batik yang kembali mengangkat kembali motif Hokokai adalah Iwan Tirta. Pada tahun 1980-an Iwan menginterpretasi ulang motif batik Jawa Hokokai dalam bentuk desain yang baru. Ia memperbesar motif bunga seperti krisan dan mawar serta menambahkan serbuk emas 22 karat sebagai cara untuk mempermewah penampilan batik tersebut. Untuk pergelarannya pada akhir tahun ini, Iwan juga membuat motif kupu-kupu dalam ukuran besar.
 
 
Cara pembuatan
Semula batik dibuat di atas bahan dengan warna putih yang terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan lain seperti sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin dengan menggunakan alat yang dinamakan canting untuk motif halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, sehingga cairan lilin meresap ke dalam serat kain. Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan, biasanya dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia untuk melarutkan lilin.
Kapas sangat langka selama Perang Dunia II, dan batik diproduksi hanya untuk mereka yang mampu membelinya. Desain batik telah dibuat di sangat rinci dalam gaya Jepang dan berwarna-warni. Desain khusus ini hanya berlangsung selama pendudukan Jepang di Asia dan hanya pembuat batik di pekalongan mampu diproduksi. Sebagian besar dirancang dalam format Pagi-Sore.

Berikut ini adalah gambar-gambar Batik Jawa Hokokai :